Budaya Tidur Siang yang Sepele, tapi Penting bagi Orang Romawi
Tulisan Hippocrates dari Yunani Kuno, mengungkap suatu fakta menarik. Pasalnya, tidur siang menjadi budaya yang istimewa bagi orang-orang di zaman kuno, tak terkecuali di Eropa yang tengah dikuasai bangsa Romawi.
Hippocrates yang merupakan dokter tradisional, menerbitkan sebuah tulisan pada abad ke-5 SM. Tulisannya berjudul On Regimine, merekomendasikan pentingnya tidur siang yang berkhasiat bagi tubuh.
Hal ini juga tergambar pada budaya orang-orang Romawi Kuno. Mereka telah membudayakan tidur siang yang mereka sebut dengan istilah pennichella.
Menurut Desmond O'Grady, dalam ulasannya tentang buku berjudul Benedetto XVI Last Testament: In His Own Words dalam Italia Insider, mengungkap sisi positif dari pennichella.
"Benediktus adalah seorang intelektualis. Saat ia menghadapi masalah tentang intelektualitasnya, ia berbaring di sofa dan tidur siang sebentar. Ia menemukan salah satu warisan berharga dari Roma adalah pennichella," ungkapnya.
Benediktus selalu menemui jalan terang dari kejumudan berpikirnya melalui relaksasi, yang dapat ia lakukan lewat tidur sejenak, berlindung dari panasnya terik di siang hari, untuk merefresh kembali pikiran dan bangun untuk bekerja kembali.
Tidur siang telah berlangsung sejak ratusan tahun sebagai budaya yang dilestarikan orang-orang di Romawi. Budaya itu juga menjadi populer di kawasan Eropa dan Mediterania sepanjang Roma berkuasa.
"Tidur siang dilakukan (bangsa Romawi) setiap hari selama musim panas untuk mencegah cuaca panas yang dapat membakar tubuh," tulis Achilies Monomaxos kepada Quora.
Tidur siang setelah makan (alias koma makanan) juga disebutkan oleh dokter kuno, Hippocrates, bahwa setelah makan, tidur siang dapat menghangatkan dan melembabkan tubuh, kemudian menyebarkan makanan ke seluruh tubuh.
Di balik ketangguhannya dalam berperang, masyarakat Romawi sangat menjaga kebugaran tubuhnya. Mereka melakukan berbagai upaya agar stamina dan kebugarannya tetap terjaga. Di sela rutinitas mereka, mereka menyempatkan tidur siang untuk memulihkan kondisi tubuh.
Einhard, salah satu pelayan Franka dari zaman Romawi Kuno, menulis sebuah karya yang sangat bermanfaat tentang abad pertengahan di Eropa. Bukunya berjudul Life of Charlemagne (tulisan asli: Vita Karoli Magni), terbitan sekitar tahun 814 M, dipublikasi ulang pada 1999.
Ia bisa menangkap kebudayaan itu sampai ke istana Charlemagne yang agung. "Di musim panas, setelah makan siangnya, Charlemagne akan makan buah dan minum lagi," tulis Einhard.
"Setelah itu, dia akan melepas sepatunya dan menanggalkan seluruh pakaiannya, sepenuhnya, seperti yang dia lakukan di malam hari, dan beristirahat selama dua atau tiga jam di siang hari," imbuhnya.
"Kebiasaan tidur siang yang diterapkan oleh orang Romawi, dikaitkan dengan 37% pengurangan kematian akibat serangan jantung koroner. Hal itu dapat terjadi karena berkurangnya stres kardiovaskular yang dimediasi oleh tidur siang hari," tulis Naska.
Androniki Naska beserta dengan tim risetnya, menulis tentang Siesta in Healthy Adults and Coronary Mortality in the General Population, yang dimuat dalam jurnal JAMA Internal Medicine. Jurnalnya dipublikasi pada 2007.
Selain melindungi tubuh dari sakit jantung akut, tidur siang juga dapat memulihkan kembali stamina setelah lelah bekerja. Rahasia ini yang telah menjadi kunci di balik kebugaran fisik orang-orang Romawi.
Setelahnya, Romawi yang telah membudayakan tidur siang, semakin populer di dunia. Bangsa Spanyol di sekitar abad ke-15 M, telah menerapkan budaya tidur siang yang mereka sebut dengan siesta.
Mereka menerapkan kepada daerah koloninya, hingga tersebar ke berbagai kolonialisme yang dilakukan oleh orang-orang Eropa di negara koloninya.
Comments
Post a Comment